Saturday, November 19, 2016

Life Map

                    

Indonesia 2045 Tidak Akan Tercapai, Mengapa?

                    

Republik Indonesia, disingkat RI atau Indonesia, adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau, nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan populasi lebih dari 258 juta jiwa pada tahun 2016, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan lebih dari 207 juta jiwa. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih secara langsung. Indonesia adalah negara yang sangat besar. Mulai dari jumlah penduduk, luas wilayah, sumber daya alam hingga seni budaya dan adat istiadatnya. Dilihat dari Jumlah penduduknya, penduduk Indonesia  merupakan yang keempat terbesar didunia, setelah Cina, India, dan Amerika.

Di tahun 1960, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia masih setara dengan Korea Selatan. Kini setelah hampir 50 tahun berselang, pendapatan mereka telah mencapai USD 15.000 atau 7 kali lebih besar dibandingkan kita. Income rakyat China yang pada dasawarsa 1990 jauh di bawah kita, kini 1,5 kali lebih besar. Dan Malaysia yang 35 tahun lalu masih banyak berguru kepada kita, kini telah melampaui Indonesia dengan mantap. Mengapa Indonesia sulit berkembang ?

Keterbelakangan suatu negara mesti disebabkan oleh keterbelakangan mental masyarakatnya. Keterbelakangan mental bagaikan virus penyakit yang masuk ke tubuh kita, yang secara tak sadar menjalar dan melumpuhkan seluruh sistem tubuh. Harus diakui bahwa saat ini mayoritas rakyat Indonesia memiliki keterbelakangan mental. Amien Rais dalam sebuah pernyataannya menyindir bangsa Indonesia sebagai bangsa bermental kuli. Menurut dia, bangsa ini hanya bisa menjadi babu dan kuli untuk bekerja di negeri orang. Sedangkan di negerinya sendiri, pemerintahnya malah sibuk menjual aset-aset negara dan menyerahkan banyak kekayaan alam untuk dieksploitasi bangsa asing.

Sejatinya, sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Indonesia telah mengidap keterbelakangan mental. Hal ini disebabkan karena sentralisasi kekuasaan yang memasung semua bentuk kreativitas masyarakat. Di beberapa kerajaan berbasis agraris, terutama di Pulau Jawa, hal ini berlangsung cukup lama. Mulai dari kerajaan Tarumanegara, Sunda, Singosari, Majapahit, hingga Mataram, kehidupan rakyat hanya bertumpu pada satu titik, yakni keraton. Keraton tak pernah memberikan ruang yang cukup bagi berkembangnya potensi masyarakat. Kemajuan rakyat dianggap merupakan ancaman bagi kekuasaan keraton. Dalam aras kehidupan dan budaya kerajaan, politik hanya bersumber pada satu dinasti, perdagangan tak boleh diserahkan ke pihak swasta, kepemilikan tanah secara individu tak diperkenankan, dan pengembangan seni budaya haruslah sesuai dengan kepentingan keraton.

Pada pertengahan abad ke-19, politik tanam paksa diterapkan di seluruh Pulau Jawa. Rakyat Jawa dipaksa menyerahkan tanah-tanah garapannya untuk ditanami komoditi tertentu yang sesuai dengan permintaan Belanda. Rakyat yang tak memiliki tanah diwajibkan untuk bekerja. Keadaan seperti ini melemahkan ekonomi masyarakat hingga terjadinya kelaparan di Cirebon, Demak, dan Grobogan. Pada abad yang sama, Belanda juga memindahkan paksa ribuan tenaga kerja dari Pulau Jawa ke perkebunan Sumatera Timur dan Suriname, untuk dipekerjakan sebagai kuli kontrak. Nasib kuli yang dipekerjakan itu sangatlah memprihatinkan. Sehingga banyak diantara mereka yang mati karena keletihan bekerja. Dalam kondisi tertekan seperti ini, tak ada perlawanan yang berarti dari bangsa Jawa. Tidak seperti halnya Aceh dan Minangkabau yang masyarakatnya pembangkang, kolonisasi Belanda di Pulau Jawa tidaklah terlampau sulit. Hal ini dikarenakan mudahnya para raja untuk diajak berkolusi. Untuk memperlancar keinginan Belanda, suap menyuap jamak terjadi antara keluarga keraton dan pemerintah kolonial. Oligarki kekuasaan antara keraton dan kolonial, telah memuluskan kebijakan eksploitasi yang menyengsarakan itu.

Rakyat yang telah lama dikondisikan untuk patuh kepada raja, menerima begitu saja semua kebijakan yang merugikan mereka. Situasi seperti ini menjadikan masyarakat apriori terhadap segala keadaan, sehingga muncul sikap pasrah pada nasib. Situasi ini juga mengakibatkan masyarakat tak percaya diri, sehingga hal-hal yang berbau mistis dan magis berkembang luas. Seperti misalnya kepercayaan akan datangnya dewa penolong atau satria piningit yang segera melepaskan mereka dari ketertindasan. Dilarangnya perdagangan swasta oleh pihak kerajaan, mengakibatkan tidak munculnya jiwa kewirausahaan pada masyarakat Jawa. Sehingga bekerja sebagai abdi dalem atau pegawai negeri, lebih terhormat dibanding menjadi pengusaha. Keterbelakangan mental seperti ini, berlangsung berabad-abad lamanya. Sehingga telah menjadi memori kolektif yang berkembang di alam bawah sadar sebagian besar masyarakat Jawa dan Sunda.

Bagaimana pemikiran Masyarakat saat ini?
Kebanyakan pemikiran orang-orang indonesia begini : "Bangsa kita lebih buruk dari pada negara-negara lain".Kebanyakan orang di indonesia menggap remeh kemampuan negara kita sendiri,kebanyakan juga menganggap bangsa lain lebih maju dari bangsa kita.

Kenapa begitu? Apakah penyebabnya? inilah alasan kenapa  Indonesia jauh ketinggalan dari Negara-negara lain:
1. Kehilangan teladan.
Indonesia membutuhkan pemimpin yang tegas dan bisa menjadi teladan bagi semua warga negara, dahulu kita memiliki Soekarno yang sangat berwibawa sehingga semua perkataannya selalu didengar masyarakat. Begitupun dengan Soeharto terlepas kejahatannya beliau adalah sosok yang tegas sehingga masyarakat cenderung patuh dan penurut.
Jika pemimpin sudah tegas dan disegani rakyat maka otomatis semua masyarakat segan dan menjunjung peraturan dengan baik, tapi saat ini sob lihat sendiri, baik pemimpin, pejabat, jenderal dan petinggi lain tidak ada yang benar-benar bisa mengarahkan sehingga wajar jika Indonesia seperti bangsa besar yang kehilangan induk semangnya.

2. Contoh yang buruk.
Masih ada ikatan dengan poin pertama, para petinggi yang harusnya menjadi teladan malah memberikan contoh yang tidak baik misal korupsi dengan tidak bersalah dan menganggapnya musibah, wakil rakyat yang tidak bersahabat dan cenderung mempertunjukkan kekuasaannya. Pelindung masyarakat yang tidak adil, jaksa yang bisa disetir dan berbagai masalah lainnya sehingga masyarakat hidup dalam prasangka, kecurigaan dan ketidakpercayaan.

3. Sistem yang tidak berjalan.
Indonesia ini memiliki undang-undang, memiliki hukum, memiliki peraturan namun semua tidak berjalan sob, coba aja deh lihat semua peraturan seperti hanya penghias kertas belaka. Coba kalau semua sistem berjalan dengan baik seperti yang tertuang indah di peraturan pasti tidak akan ada lagi pelanggar, yang lalai, atau merendahkan peraturan. Nah itulah makanya peraturan harus tegak berdiri ke atas berdiri di semua golongan dan pangkat.

4. Kompleksitas yang mudah di adu.
Indonesia adalah negara yang kompleks baik dari suku, budaya dan agama. Hal ini sebenarnya bagus sob, namun menjadi berbahaya jika kompleksitas yang dimiliki Indonesia ini mudah diadu. Jadinya semua malah jadi seperti kelompok-kelompok terpisah yang saling curiga tidak lagi menjadi satu kesatuan utuh dalam bingkai negara Indonesia.
Itulah beberapa yang “mungkin” menjadi faktor kenapa peradaban kita tertinggal dari negara tetangga, negara tetangga tidak sekompleks Indonesia sob. Tentu menyatukan banyak kepala dengan berbagai latar belakang akan lebih susah di banding menyatukan beberapa kepala tanpa banyak kompleksitas yang terjadi.

Lalu bagaimana caranya untuk mengembalikan peradaban kita yang memudar,? Caranya kembali seperti dulu,saling mengalah saling cinta jangan lagi mengandalkan emosi salah satu hal kecilnya bisa tuh diterapin dijalan raya dimana sering sekali timbul gesekan akibat keegoisan, mulailah tebar cinta dan cinta kasih. Bangsa ini juga tak akan pernah maju jika mental masyarakatnya masih terbelakang. Revolusi mental mutlak harus dilakukan, yakni melalui program pendidikan nan berkualitas. Dengan pendidikan yang cukup, masyarakat akan terbiasa berpikir kritis, punya semangat untuk mandiri tanpa ketergantungan pihak lain. Dengan pendidikan, sikap kreatif pun muncul, ekonomi akan tercipta, dan taraf hidup masyarakat akan meningkat. Dengan pendidikan pula, maka akan lahir pemimpin-pemimpin yang mengutamakan rakyat banyak, bukan pemimpin-pemimpin yang gila terhadap kekuasaan, yang dengan mudahnya menggadaikan negara untuk melanggengkan kekuasaan.